Kebijakan Energi Indonesia Disebut Masih Berbau Fosil
Editor: Makmun Hidayat
“Dan sayangnya, hingga tahun 2050 target energi Indonesia masih akan bergantung dengan batubara ini. Dimana dinyatakan kebijakannya adalah paling sedikit batubara itu di angka 25 persen. Bukan menjadi 25 persen ya,” ujarnya.
Padahal menurut data, diperkirakan ada 7.480 kematian dini di Indonesia pada tahun 2011 akibat emisi PM2.5 dan O3 dari operasi PLTU – Batubara.
“Dengan tambahan 176 PLTU Batubara baru sampai tahun 2030 diperkirakan akan menyebabkan kematian dini ini meningkat hingga 24.400 pada tahun 2030. Sebagai akibat dari penyakit akibat paparan PM2.5,” ujarnya lagi.
Transisi ke energi bersih sudah seharusnya dilakukan. Energi batubara yang dinyatakan murah itu, sebenarnya tidak murah. Jika harga dari beban kesehatan dimasukkan sebagai variabel penghitungan harga jual.
Ninda menyatakan kebijakan Indonesia dalam menerapkan energi bersih atau energi terbarukan (renewable energy) itu masih dibayang-bayangi oleh energi baru. Ini terlihat dari beberapa kebijakan berupa royalti maupun kemudahan perpanjangan kontrak.
“Yang disebut energi baru itu kan gasifikasi batubara, batubara tercairkan, coal bed-methane dan nuklir. Nah itu masih batubara kan, masih energi fosil. Jadi emisi yang dihasilkan juga tinggi,” katanya tegas.
Selain itu, pemerintah juga belum mendorong gerakan konservasi energi, yang sebenarnya juga dapat menghemat pengeluaran emisi ke alam. Jika target energi terbarukan bisa menurunkan hingga 266 MtCO2, dengan konservasi energi akan bisa mencapai 544 MtCO2.
“Beberapa peraturan terkait konservasi energi belum terbit, minimnya insentif maupun disinsentif untuk konservasi energi, minimnya peta jalan dan pengawasan untuk pelaksanaan konservasi energi,” tandasnya.