‘Kampung Buku’ Ajarkan Anak Cinta Membaca

Redakur: Satmoko Budi Santoso

Semua buku yang dibaca tidak dikenakan biaya alias gratis. Anak-anak boleh membaca di taman maupun dibawa pulang ke rumahnya.

Hanya saja kata dia, jika anak meminjam buku diharuskan mencatat sendiri di buku peminjaman. Ini diterapkan karena bagi Edy semua pengunjung adalah penjaga buku-buku sehingga mereka harus merawatnya.

“Penanaman prinsip bahwa buku yang ada di sini milik bersama, maka mereka harus  merawat buku ini. Kalau minjam dibawa pulang ya catat sendiri, tulis kapan mau kembalikan. Jadi anak juga belajar jujur,” ungkapnya.

Adapun cara Edy menularkan budaya membaca pada anak yakni dengan memfasilitasi ragam mainan di taman bacaan itu. Seperti congklak, lego, puzzle dan kartu uno.

Intinya kata Edy, anak-anak dibuat senang dulu. Setelah mereka sering datang dan melihat buku, mereka pun menjadi tertarik untuk membacanya.

“Jadi, intinya biar anak mau baca buku ini, saya nggak ngajak ayo baca buku. Tapi datang dulu aja bermain congklak atau lego bersama-sama. Biar anak betah dulu, dimotivasi kenal lingkungan, nanti lama-lama lihat buku membacanya dan jadi gemar,” ujarnya.

Selain bermain, Edy juga menggelar kegiatan bagi anak-anak, seperti belajar menari, bahasa inggris, melukis, pidato, mengaji dan lainnya.

“Yang ngajar saya dan para relewan, tapi pandemi ini dihentikan dulu,” ujarnya.

Terkait anak-anak sering bermain gadget, Edy menilai bahwa buku dan gadget tak bisa dipisahkan karena keduanya sebagai media informasi.

“Buku dan gadget itu, posisinya sama-sama media informasi, yang nggak sama kontennya saja. Maka harus tetap ada penyaringan dari orang tua. Dan taman baca ini adalah sebuah ikhtiar agar anak gemar membaca, bukan berarti untuk menjauhkan gadget dari mereka,” tukas ayah dua anak ini.

Lihat juga...