Walhi Sumsel Nilai Restorasi Gambut di OKI Masih Rendah
Hasil pantauan di kawasan gambut yang dikelola sejumlah perusahaan tersebut, restorasi tidak dilakukan secara serius, ada perusahaan yang tidak membuat sekat kanal, ada yang membuat namun jumlahnya tidak sesuai ketentuan, bahkan ada lahan gambut yang terbakar berulang pada setiap musim kemarau.
Melihat fakta lapangan itu, harus ada keseriusan dari pemerintah untuk melakukan pemantauan dan evaluasi perizinan perusahaan yang tidak melakukan restorasi dengan baik dan lahannya terbakar berulang.
Kemudian harus ada keterbukaan informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Restorasi gambut (BRG) terkait capaian restorasi gambut dan penegakan hukum bagi perusahaan yang tidak menjalankan restorasi sesuai ketentuan.
Jika kegiatan restorasi tidak berjalan sesuai dengan ketentuan, Provinsi Sumsel selalu dihadapkan ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada setiap musim kemarau dan bencana hidrometeorologi pada musim hujan, ujar aktivis Walhi Sumsel itu.
Sementara sebelumnya Dinamisator BRG Sumsel, DD Shineba mengatakan pihaknya akan memaksimalkan kegiatan pemulihan atau restorasi lahan gambut di tiga kabupaten dalam wilayah provinsi ini yang mengalami kerusakan akibat kebakaran pada musim kemarau beberapa tahun terakhir.
Lahan gambut di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Banyuasin, dan Kabupaten Musi Banyuasin, yang mengalami kerusakan cukup luas mencapai 500 ribu hektare lebih.
Lahan gambut yang tercatat mengalami kerusakan tersebut sebagian berada di areal perusahaan baik perusahaan perkebunan sawit maupun Hutan Tanaman Industri (HTI).
Kegiatan restorasi lahan gambut yang dimulai sejak Mei 2017 hingga kini berjalan dengan baik.