Produksi Ikan Teri Kering di Lamsel Kembali Terhambat Hujan

Editor: Koko Triarko

Permintaan ikan teri, sebut Firman, kerap meningkat jelang Imlek. Sebab sejak beberapa tahun silam, tahun baru Cina tersebut ditetapkan sebagai hari libur. Sejumlah pelaku usaha memilih menambah stok bahan baku teri, terutama pemilik warung makan dan restoran. Produsen kue kering berbahan teri untuk oleh-oleh juga menambah stok. Namun, hanya sedikit permintaan bisa dipenuhi olehnya.

Kecepatan pengeringan teri, ikan asin, sebut Firman, dipengaruhi cuaca. Beberapa pekerja bahkan selalu waspada saat mendung mulai bergelayut. Sebelum hujan turun, pekerja akan memindahkan teri pada senoko, para-para penjemuran. Lokasi penjemuran dengan fasilitas kumbung atau tempat pengeringan ruangan menjadi penolong.

“Minimal teri tidak terkena hujan dan bisa dianginkan pada fasilitas pengering dalam ruangan,” beber Firman.

Ahmad, salah satu pekerja di usaha pembuatan teri milik Ambo Aja, Pegantungan, Bakauheni, menyebut produksi lebih lambat. Sejak awal Januari, hujan lebih banyak dibanding hari tanpa hujan. Padahal, permintaan teri kering banyak berasal dari usaha pembuatan oleh-oleh. Sistem pengeringan manual mengandalkan sinar matahari.

“Sebagian teri kering langsung dikemas dalam ukuran sepuluh kilogram untuk didistribusikan,” bebernya.

Harga teri kering, menurut Ahmad rata-rata Rp70.000 hingga Rp100.000 per kilogram. Proses pengeringan yang lama dengan perebusan, membuat teri kering mampu bertahan hingga empat bulan.

“Jenis teri jengki, nasi, katak yang telah disortir akan diambil oleh pengepul. Permintaan teri dikirim ke wilayah Banten hingga Jakarta. Sebagian pembeli merupakan pelaku usaha kecil untuk bahan kuliner,” katanya.

Lihat juga...