Permintaan Rebung di Kota Semarang Melonjak Tajam

Editor: Koko Triarko

Meski dari bentuk berbeda, namun cita rasa tidak jauh berbeda, apalagi nanti sudah diberi beragam bumbu saat dimasak.

“Kalau saya sih menilainya sama, namun tergantung dari selera pembeli. Mau yang rebung ampel atau petung, semua ada,” tambahnya.

Hal senada juga disampaikan Siti Mudrika, pedagang rebung di Pasar Gang Baru tersebut. Diakuinya, pandemi Corona justru meningkatkan penjualan.

“Jadi selain karena jelang Imlek, permintaan rebung jadi meningkat, juga karena pandemi Corona ini. Banyak ibu-ibu yang selama ini bekerja di pabrik, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), lalu mereka berpindah usaha jualan lumpia. Imbasnya, permintaan rebung sebagai bahan baku lumpia juga ikut meningkat,” terangnya.

Dirinya pun bersyukur, dibanding komoditas yang lain, penjualan rebung justru terimbas positif selama pandemi Covid-19.

“Rata-rata per hari antara 50-60 kilogram. Kalau sekarang ini, jelang Imlek juga meningkat sekitar 20 persen,” lanjutnya.

Selain sudah memiliki pelanggan tetap yang mengambil rebung setiap hari, Mudrika juga menjual eceran kepada para konsumen yang datang di pasar terbesar di kawasan Pecinan Semarang tersebut.

Termasuk para pedagang makanan yang menjadi langganannya. Salah satunya, Winarti, yang mengaku setiap harinya membutuhkan sekitar 10 kilogram rebung untuk diolah menjadi isian lumpia.

“Saya sudah jualan lumpia sejak puluhan tahun lalu, sampai sekarang. Permintaan tetap tinggi, selain dijual langsung juga saya setorkan ke warung-warung kecil, seperti angkringan dan lainnya. Jadi, alhamdulillah, meski pandemi masih tetap bisa berjualan,” pungkasnya.

Lihat juga...