Pemanfaatan Iptek Nuklir Dinilai Bisa Tekan Kasus ‘Stunting’
Editor: Makmun Hidayat
“Mekanismenya, kita mengambil bahan pangan dari tas belanjaan di pasar tradisional. Misalnya, beras, jagung, bayam, pepaya, hati ayam, tempe hingga kerupuk,” ucapnya.
Ia menjelaskan bahwa jumlah sampel yang didapatkan sangat banyak. Karena masing-masing daerah memiliki jenis pangan berbeda. Contohnya beras yang didapatkan memiliki jenis yang berbeda antara satu pasar dengan pasar yang lainnya.
“Seperti berbagai beras, yang sudah kita dapatkan dari 90 kota tersebut, kita analisa mana yang paling banyak mengandung mikro nutrien. Atau kalau tempe, kita juga dapat melihat perbandingan kandungan selenium yang terkandung dari berbagai tempe tersebut,” urainya.
Penelitian lainnya, kata Muhayatun, adalah asupan makanan pada siswa salah satu SD di Bandung. Untuk memantau apa saja yang dimakan oleh anak-anak sekolah dan bagaimana kandungannya.
“Dan penelitian yang terbaru adalah screening stunting di NTT dan Tangerang untuk memantau perbandingan unsur mikro pada asupan anak stunting dan tidak stunting,” ungkapnya.
Mekanisme sampel, lanjutnya, adalah meliputi makan pagi, siang, malam, minuman, jajanan yang diambil dua kali secara tidak berurutan agar bisa didapatkan usual intake.
Dari NTT, didapatkan 400 sampel porsi makanan dan 211 sampel ASI. Dari Tangerang didapatkan 200 sampel porsi dan 62 sampel ASI.
“Karena penelitian semuanya belum selesai, masih dalam proses, kami belum bisa memublikasikan hasilnya. Tapi berdasarkan data pengolahan sementara, memang terlihat perbedaan signifikan zat mikro pada asupan anak stunting dengan yang tidak stunting,” pungkasnya