Musim Hujan, Waktu yang Tepat Petani Tanam Tembakau
Editor: Makmun Hidayat
Pak Emen mengaku, sudah sejak tahun 70an mulai menanam tembakau. Ia menyebut, bertani tembakau memang menjadi tradisi keluarga yang telah berlangsung turun temurun.
“Iya mungkin karena kita sekeluarga itu perokok, jadi merasa lebih baik tanam sendiri bakaunya, biar ngga beli rokok di warung. Di kampung sini saja, yang tanam bakau cuma bapak, yang lain ngga ada yang tanam, karena memang tidak gampang bertani bakau itu,” jelas Pak Emen.
Lebih lanjut, Pak Emeng mengatakan, berkat hasil bertani tembakau, ia mampu membeli tanah di beberapa tempat. Bahkan kini ia mengaku sudah memiliki total luas tanah hampir mencapai 2 hektare.
“Itu semua berkat bakau. Jadi memang bapak itu udah terlanjur sayang kerjaan ini. Bisa diisap sendiri, bisa menghasilkan juga,” imbuhnya.
Pak Emen tidak bekerja sendiri. Ia dibantu oleh istrinya, Kuraesin. Kepada Cendana News, Ibu Kuraesin mengatakan, ia bertugas untuk menjemur dan mengembunkan tembakau yang sudah diiris dan diletakkan di atas sasak.
“Kalau sudah dipotong daun bakaunya kan langsung diletakkan di atas sasak. Kemudian langsung dijemur. Nanti kalau sudah mau adzan maghrib, bakaunya diangkat dan dibungkus, biar tidak kedinginan. Lalu jam 4 subuh, baru dibuka lagi, diembunkanlah istilahnya,” tutur Bu Kuraesin.
Proses penjemuran dan pengembunan itu, lanjut Bu Kuaesin membutuhkan waktu selama satu bulan agar hasilnya maksimal.
“Harus sigap kalau jemur itu. Misalnya mendung, cepat cepat diangkat dan ditutup. Biar bakaunya tidak kehujanan. Kalau sudah sampai kehujanan, kata orang-orang yang merokok bakau, rasanya jadi tidak enak,” pungkas Bu Kuraesin.