Mendikbud: Sekolah Penggerak Bukan Sekolah Unggulan
JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, menegaskan sekolah yang dijadikan Sekolah Penggerak bukanlah sekolah unggulan.
“Kita tidak akan mengubah input sama sekali, bukan kita memilih sekolah yang sosio ekonominya tinggi. Tapi, kita memilih sekolah yang tingkat ekonomi siswanya sangat variatif,” ujar dia, dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode VII: Program Sekolah Penggerak yang dilakukan secara daring di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Dia menambahkan, program Sekolah Penggerak bukan mengubah input atau memilih sekolah yang anak-anaknya berprestasi, tetapi melakukan transformasi. Program itu juga bukan memberikan sarana-prasarana yang canggih pada sekolah.
“Fokusnya bukan pada sarana fisik, tetapi fokus pada perubahan proses. Bagaimana caranya murid-murid berinteraksi, guru dan guru berinteraksi, guru dengan kepala sekolah berinteraksi, maupun guru dan orang tua,” kata dia.
Anggaran yang dikucurkan dalam program Sekolah Penggerak untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, yakni guru dan kepala sekolah, membuat komunitas dari praktisi yang ada di lingkungan sekolah, dan membuat aplikasi yang memudahkan pembelajaran.
Program Sekolah Penggerak terdiri atas lima intervensi yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan, yaitu pendampingan konsultatif dan asimetris, penguatan SDM sekolah, pembelajaran dengan paradigma baru, perencanaan berbasis data, dan digitalisasi sekolah.
Dalam pendampingan konsultatif dan asimetris, Kemendikbud melalui UPT di masing-masing provinsi akan memberikan pendampingan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam perencanaan Program Sekolah Penggerak.