Menumbuhkan Kebiasaan Bertransaksi Non-Tunai di Masa Pandemi
Untuk mengantisipasi serangan siber, salah satu bank Himbara, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk terus melakukan pemutakhiran sistem keamanan miliknya dengan melibatkan komunitas yang berkompeten dan memiliki kapasitas di bidang keamanan informasi, serta melibatkan nasabah di dalamnya.
Sementara itu, bank milik negara lainnya, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, menjalin kerja sama dengan operator seluler guna merancang sistem peringatan untuk mencegah serangan siber yang melibatkan kartu SIM (Subscriber Identification Module) atau SIM swap.
Bank akan diberikan peringatan jika terdapat upaya dari pihak lain menggunakan nomor kartu SIM nasabah yang telah tidak digunakan sehingga transaksi dari pihak lain tersebut dapat dibatalkan atau diblokir.
Selain kejahatan siber, hal lain yang perlu dicermati yaitu masih belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi, atau masih berupa Rancangan Undang-Undang (RUU). Perlindungan data pribadi hanya diatur dalam PP No 71 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Permen Kominfo Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
Bocornya data nasabah rentan terjadi jika bank tidak punya sistem keamanan yang kuat sehingga dapat diretas dan juga ada penyalahgunaan data oleh oknum internal. Hal tersebut akan berdampak buruk bagi reputasi bank dan memengaruhi kepercayaan nasabah.
Kendati begitu, tak bijak rasanya apabila jaminan keamanan dalam bertransaksi digital hanya dibebankan kepada bank saja. Data BSSN juga menunjukkan bahwa kerentanan serangan siber terbesar di perbankan adalah pada minimnya kesadaran keamanan atau “security awareness” dengan persentase 49 persen, atau bisa dikatakan bahwa peran nasabah sendiri sama pentingnya dengan kecanggihan teknologi dalam hal keamanan.