Menumbuhkan Kebiasaan Bertransaksi Non-Tunai di Masa Pandemi

Lonjakan transaksi digital banking tersebut salah satunya akan ditopang oleh tren belanja daring yang meningkat pesat kala pandemi. Jika pada 2020 lalu nilai transaksi e-commerce menyentuh Rp253 triliun, tahun ini nilai transaksi e-commerce diproyeksikan naik 33,2 persen menjadi Rp337 triliun.

Hasil Survei Sosial Demografi Dampak COVID-19 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengkonfirmasi hal tersebut.

Sebanyak 9 dari 10 responden melakukan aktivitas berbelanja daring saat pandemi. Mematuhi anjuran pemerintah untuk tetap berada di rumah selama wabah COVID-19, membuat masyarakat mengubah pola belanja dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Meski demikian, kemudahan dalam transaksi digital atau nontunai seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, harus sejalan dengan sistem keamanan yang mumpuni. Perlindungan bagi konsumen atau nasabah tetap menjadi prioritas utama.

Kewaspadaan

Selama pandemi, tidak hanya transaksi digital yang meningkat, tapi juga upaya kejahatan siber yang naik hingga empat kali lipat.

Badan Siber dan Sandi Negara ( BSSN) mencatat, sepanjang Januari hingga Agustus 2020, ada sekitar 190 juta upaya serangan siber di Indonesia dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat di kisaran 39 juta. Walau angka tersebut adalah “upaya kejahatan”, bukan merupakan kejahatan yang telah terjadi, kewaspadaan menjadi hal wajib.

Seiring dengan semakin beragam dan canggihnya metode serangan siber, lembaga jasa keuangan, terutama bank, tentunya harus terus memelihara dan memperkuat sistem keamanannya secara berkala.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri memastikan keamanan transaksi digital relatif terjaga selama pandemi. Industri perbankan dinilai telah melakukan menerapkan sejumlah aturan ketat untuk mengindentifikasi potensi penyalahgunaan dengan baik.

Lihat juga...