Walhi: Selama 2020, Dampak Materil Kerusakan Lingkungan di Sulsel Capai Rp8,24 Triliun

Nelayan pancing merugi Rp300 per hari dengan akumulasi Rp77, 1 juta dan nelayan jaring merugi Rp1,4 juta dengan Rp359, 8 juta. Total kerugian keseluruhan yang dialami nelayan Pulau Kodingareng Makassar selama 257 hari proses pengerukan pasir lain sebanyak Rp80,4 miliar lebih.

“Adanya keberpihakan penguasa daerah dan korporasi memuluskan proyek itu, padahal masyarakat di pulau tidak pernah diberitahu apalagi mendapatkan sosialisasi secara terbuka ada penambangan pasir laut. Ironisnya, bahkan ada 12 nelayan diduga dikriminalisasi aparat karena menolak tambang pasir itu,” ucap dia.

Selain itu, perampasan ruang dalam hal ini lahan masyarakat adat Pamona dan Pancakarsa di Kabupaten Luwu Timur diduga dilakukan oleh PTPN XIV.

Lahan yang kembali diambil seluas enam hektar dari luas garapan kelapa sawit 500 hektare. Padahal, keuntungan satu hektare lahan pertanian memperoleh keuntungan Rp60 juta. Tercatat ada 214 petani diduga menjadi korban perampasan.

“Artinya, sudah 506 hektare yang diambil perusahaan untuk perluasan perkebunan sawit. Masyarakat adat Pamona dan Pancakarsa telah mengalami kerugian sekitar Rp30,3 miliar lebih. Lahan yang dijadikan HGU oleh perusahaan seluas 814 hektar, diketahui diperoleh dari tanah ulayat masyarakat adat Pamona yang memiliki luas 938 hektare dikuasai sejak 1960-an,” paparnya.

Sedangkan untuk kerugian materiil perusakan lingkungan tercatat secara akumulasi sebanyak Rp36,6 miliar lebih. Kerusakan lingkungan terjadi di Gunung Paleteang, Kabupaten Pinrang, karena aktivitas tambang.

Terdata ada 23 petani merugi karena hasil panen menurun. Bila ditotal ada 15 hektare lahan persawahan terdampak dengan kerugian petani sekitar Rp540 juta per tahun.

Lihat juga...