Usaha Rumah Arwah Tetap Bertahan Meski Kian Terlupakan

Editor: Makmun Hidayat

SEMARANG — Dalam tradisi masyarakat Tionghoa, mereka yang sudah meninggal dunia, bukan berarti roh orang tersebut ikut hilang. Namun tetap hidup dalam alam baka, layaknya dalam kehidupan manusia.

Roh-roh ini, juga membutuhkan rumah hingga uang dalam kehidupannya. Tentu saja bukan seperti di dunia, namun berupa rumah dan uang arwah yang dibuat oleh pengrajin.

“Dalam tradisi Tionghoa, uang dan rumah arwah merupakan persembahan yang dihadiahkan untuk kerabat yang sudah meninggal. Secara simbolik, hadiah ini kemudian ‘dikirim’ ke mendiang dengan cara dibakar, dalam upacara khusus,” papar pengrajin rumah arwah, Ong Bing Hok saat ditemui di rumah sekaligus tempat usahanya, di Gang Cilik, Kawasan Pecinan Semarang, Selasa (29/12/2020).

Diterangkan, keberadaan rumah arwah tersebut sangat penting dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa. Jika tidak diberikan, maka roh orang yang meninggal tersebut bisa tersesat.

“Seperti halnya kita di dunia. Jika tidak punya rumah, tentu tidak punya tempat untuk berlindung, bisa tersesat atau dalam bahaya. Demikian juga dengan roh,” terangnya.

Ong Bing Hok mengaku usaha rumah arwah tersebut sudah dijalani selama puluhan tahun, turun temurun dari kakek buyutnya. Selama itu pula, usaha tersebut tetap bertahan, meski saat ini peminatnya terus menurun.

“Kultur budaya sekarang sudah berubah. Banyak masyarakat Tionghoa yang berpindah kepercayaan, sehingga tidak lagi mengenal tradisi bakar rumah arwah. Jadi permintaan sekarang juga berkurang, tidak seperti dulu,” tambahnya.

Namun meski demikian, permintaan masih tetap ada. Tidak hanya dari Kota Semarang, namun juga wilayah sekitarnya, mulai dari Pekalongan, Wonosobo, Purwokerto dan lainnya.

Lihat juga...