Sistem Polikultur Dipertahankan Pembudidaya Udang Windu di Lamsel
Redaktur: Muhsin Efri Yanto
“Kebutuhan pakan bisa dilakukan dengan merangsang pertumbuhan plankton, lumut karena nila dan bandeng memakan lumut,”bebernya.

Sistem polikultur mampu menghasilkan keuntungan berlipat. Pada hasil panen udang windu dengan harga Rp50.000 per kilogram ia bisa menghasilkan Rp6juta. Ikan nila seharga Rp18.000 menghasilkan Rp2,7 juta dan nila srikandi Rp3,7 juta seharga Rp18.500 per kilogram.
Sutiyo, salah satu petambak udang windu di Bakauheni menyebut sistem polikultur jadi cara pertambakan tradisional. Cara tersebut menjadi bagian dari pola intensifikasi sistem budidaya sektor perikanan. Kuncinya komoditas yang dikembangkan bukan merupakan kompetitor bahkan predator. Sebab meski hidup dalam habitat yang sama jenis makanan berbeda.
“Udang windu masih memakan pelet dan hasilnya endapan lumpur bisa jadi media pakan bandeng, lumut yang tumbuh menjadi pakan ikan nila,” bebernya.
Sistem polikultur sektor budidaya udang windu mengandalkan sistem irigasi memadai. Berada di dekat pantai Tanjung Tua yang mengalirkan air laut ia bisa mendapatkan hasil memuaskan. Sebagian petambak memilih budidaya udang windu karena lebih praktis. Sebab dengan pola pemeliharaan tradisional biaya yang dikeluarkan lebih ringan.