MALAM, dalam Al-Quran dapat berarti fenomena alam setelah matahari terbenam, hingga fajar menyingsing. Tentu setelah matahari terbenam, akan terlihat gelap, jika tidak ada rembulan, atau jika tidak terdapat lampu penerang. Sebab itu, biasa juga diterjemahkan dengan kegelapan. Kegelapan seringkali dijadikan ungkapan untuk menjelaskan situasi sosial yang mengalami kekacauan atau disorder.
“Menghidupkan malam” atau qiyamul lail, sebab itu memiliki makna yang luas, dan judul tulisan ini mesti dipahami dalam pengertian yang seluas-luasnya.
Dikatakan “menghidupkan” karena tidur seringkali diartikan sebagai “mati”, sehingga mereka yang melakukan aktivitas di malam hari, tentulah bukan orang tidur. Namun, sebagaimana makna sosial dari kegelapan, mereka yang menghidupkan malam, berarti mereka yang melakukan aktivitas guna menciptakan keteraturan, ketenangan, kedamaian dalam masyarakat. Dan sebab itu memiliki makna moral. Dengan demikian kegiatan menghidupkan malam, adalah serangkaian aktivitas spiritual yang memiliki implikasi sosial dalam kehidupan yang bermanfaat bagi suatu masyarakat.
Melakukan serangkaian aktivitas ritual seperti salat malam, tahajud, dzikir, membaca Al-Quran, berimplikasi kepada kesejahteraan batin, di mana seseorang yang melakukannya memperoleh ketenangan batin, kedamaian hati, atau memperoleh limpahan cahaya Ilahi. Di mana limpahan cahaya Ilahi ini merupakan anugerah yang tidak ternilai. Proses pelimpahan cahaya Ilahi dalam serangkaian aktivitas menghidupkan malam, yang dilakukan secara kontinu, meningkatkan kualitas himmah, sebagai akibat dari bertambahnya kapasitas atau meningkatnya kualitas ruhiyah yang dimiliki.