Bermula dari Hobi Kelestarian Perkutut Lokal ikut Terjaga
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Ciri khas perkutut lokal atau liar memiliki suara yang nyaring dibanding perkutut bangkok. Perkutut bangkok menurutnya merujuk pada persilangan perkutut penangkaran dan lokal yang memiliki ukuran lebih besar. Proses mengawinkan indukan perkutut yang dilakukan olehnya menghasilkan keturunan perkutut yang sudah terbiasa hidup bersama manusia.
Memelihara burung perkutut sejak kecil diakuinya memiliki potensi jinak atau cumbu. Misro menyebut perkutut yang telah jinak kerap dilepasliarkan meski akan kembali ke kandang.
Memiliki sejumlah pohon tinggi sebagai tempat bersarang membuat perkutut bisa berkembangbiak seperti pada habitat aslinya. Saat perkutut yang telah jinak bisa memikat perkutut liar ia bisa menjinakkannya untuk dilatih.
“Melatih perkutut agar bisa berkicau seperti yang diinginkan juga menjadi tantangan sehingga bisa dikompetisikan saat mulai berkicau,” bebernya.
Hobi memelihara burung perkutut diakui Misro tak lepas dari filosofi yang diyakininya. Bagi orang Jawa tempat asalnya memelihara perkutut bisa menjadi simbol kewibawaan. Burung yang telah memiliki suara nyaring dan ikut kompetisi kerap mendapatkan hadiah, piagam dan sertifikat. Kerap ikut kompetisi membuat harga jual semakin tinggi.
Kancil, salah satu perkutut yang dipelihara menurut Misro kerap ikut kompetisi. Suara merdu burung perkutut bagi pecinta kung mania menurutnya memiliki tanda-tanda khusus. Bunyi perkutut pada jam tertentu bagi pemilik bahkan memiliki makna tertentu. Meski pehobi perkutut lokal, Misro menyebut tidak lupa melakukan pelepasliaran sepasang perkutut yang ditangkarkan.
“Hobi tetap berjalan namun kelestarian harus dipertahankan agar perkutut di alam liar tetap lestari,” cetusnya.