Restorasi Lahan Masam Wujudkan Kedaulatan Pangan
JAKARTA – Upaya Pemerintah Indonesia mewujudkan kedaulatan pangan patut didukung. Presiden Joko Widodo seperti biasa tak pernah memperdebatkan ketika dihadapkan pada dua pilihan. Solusi yang dipilih presiden mirip saat memutuskan membangun rel kereta cepat atau jalan tol bebas hambatan untuk memecahkan persoalan transportasi.
Ia memilih keduanya. Dua jalur mewujudkan kedaulatan pangan, yang dipilih adalah optimalisasi (intensifikasi) dan perluasan (ekstensifikasi) lahan sekaligus.
Namun, Presiden Joko Widodo sebetulnya sedang berhadapan dengan persoalan besar. Sebagai pemimpin bangsa, negara yang telah berusia 75 tahun sejak merdeka, Indonesia menerima sisa warisan tanah bermasalah.
Populasi penduduk yang pesat sejak kemerdekaan dan perkembangan kota, telah menggerus luas tanah pertanian yang subur. Banyak lahan subur telah beralihfungsi menjadi nonpertanian.
Akhirnya, mau tidak mau lahan yang tersisa untuk pengembangan pertanian di Indonesia adalah umumnya yang tergolong tanah masam.
Persoalan muncul, karena sebagian besar tanaman pangan yang menopang hajat hidup orang banyak dan bernilai ekonomis umumnya tidak toleran di kondisi tanah masam.
Tanah masam adalah tanah yang memiliki nilai PH kurang dari 5,5, baik berupa lahan kering maupun lahan basah. Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di dalam tanah tersebut.
Pada tanah masam, perakaran tanaman terhambat dan unsur hara penting tidak tersedia bagi tanaman.
Tanah masam di Indonesia mencapai 76,64 persen tergolong lahan suboptimal (LSO)-lahan masam. Sisanya 23,36 persen yang tidak bermasalah dengan kemasaman/pH.