Percepat EBT, Pemerintah Godok Rancangan Perpres

“Pabrikan-pabrikan PLTS di kita itu, baru pabrikan solar panel. Itu pun kapasitasnya kecil-kecil, paling besar 100 Mega Watt (MW). Apalagi, bahan bakunya masih impor, akibatnya harganya menjadi cukup tinggi,” jelasnya.

Sebagai perbandingan, Sutijastoto mengungkapkan harga PLTS di Indonesia masih mencapai satu dolar AS per Watt peak, sementaraTiongkok sudah di level 20-30 sen dolar AS per Watt peak dengan kapasitas antara 500 MW hingga 1.000 MW.

“Semoga dengan perpres ini, market kita bisa makin berkembang,” harapnya.

Menurut Sutijastoto lagi, Perpres EBT ini akan mampu menjadi jawaban atas berbagai permasalahan saat ini dengan memberikan net benefit yang positif.

Dengan pemanfaatan EBT yang masif, tambahnya, maka akan menciptakan nilai-nilai ekonomi baru dan memberikan banyak manfaat seperti menghasilkan energi bersih; menciptakan harga listrik yang terjangkau; dan meningkatkan investasi nasional serta daerah.

Di samping itu, pengembangan EBT juga akan mendorong pertumbuhan industri dan ekonomi dalam negeri; mendorong munculnya pengusaha baru; hingga meningkatkan ketahanan energi dan ekonomi nasional.

“Sumber-sumber energi nasional itu ada banyak di dalam negeri, sehingga kita mampu keluar dari jebakan neraca perdagangan,” urai Sutijastoto.

Ia menambahkan urgensi lain dari perpres ini adalah belum ada kontrak jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) pembangkit IPP, yang proses pengadaannya mengikuti ketentuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Sementara itu, secara teknis, Direktur Aneka Energi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris menyinggung mekanisme penentuan harga yang akan ditentukan dalam Rancangan Perpres EBT.