Penelitian: Tradisi ‘Bajapuik’ di Pariaman Tidak Merugikan Kaum Marginal

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

Menurutnya, untuk mewujudkan ketahanan budaya nilai tradisi perkawinan bajapuik pada masyarakat Pariaman khususnya, agar tidak tergerus perkembangan zaman, maka penelitian perlindungan nilai tradisi tersebut penting dilakukan.

“Karena konotasi miring tentang tradisi bajapuik tersebut tidaklah benar dengan apa yang mereka pikirkan selama ini,” tegas putri asli Kota Bukittinggi, dan suaminya orang asli Kota Pariaman tepatnya di Desa Kurai Taji ini, Rabu (19/8/2020).

Hal ini juga membuat Yenny Febrianty, mahasiswa S3 yang saat ini sedang mengambil Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang ini, tertarik untuk mengadakan penelitian tentang tradisi kawin bajapuik tersebut.

Adapun judul disertasi tersebut adalah Perlindungan Nilai Tradisi Perkawinan Bajapuik Pada Masyarakat Pariaman di Sumatera Barat Dalam Menghadapi Dampak Globalisasi.

Disamping itu, katanya, perlindungan terhadap nilai tradisi perkawinan bajapuik urgen dilakukan untuk menjaga pelestarian secara dinamis, tradisi tersebut dalam rangka untuk membentuk ketahanan budaya (daerah).

Pada dua daerah penelitian ini dipilih empat desa yang menjadi patokan adat tradisi perkawinan bajapuik dengan memakai prinsip adat salingka nagari. Lokasi tersebut Desa IV Angkek Padusunan, Desa Kurai Taji, Nagari Gunung Padang Alai dan Nagari Kudu Gantiang Kabupaten Padang Pariaman.

Menanggapi hal ini, Sekretaris LKAAM Kota Pariaman, Priyaldi, mengatakan, penelitian disertasi tentang perlindungan kawin bajapuik di Kota Pariaman dalam menghadapi era globalisasi tersebut dilakukan selama dua tahun dengan didampingi oleh LKAAM Kota Pariaman.

Lihat juga...