Penelitian: Tradisi ‘Bajapuik’ di Pariaman Tidak Merugikan Kaum Marginal

Redaktur: Muhsin Efri Yanto

PARIAMAN — Mahasiswa S3 Program Studi Doktor Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro Semarang, Yenny Febrianty, melakukan penelitian terhadap perlindungan adat Bajapuik Pariaman. Penelitian ini mengundang perhatian dari Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau Pariaman.

Yenny menyebutkan, dengan penelitian itu secara tidak langsung menjelaskan kepada masyarakat agar paham dan mengerti, bahwa pikiran negatif mereka selama ini tentang tradisi kawin bajapuik, tidaklah merugikan kaum marginal.

Ia menyebutkan ada banyak pihak yang merasa keberadaan tradisi perkawinan bajapuik di Pariaman saat ini sungguh sudah sangat mengkhawatirkan. Karena dinilai secara perlahan namun pasti, sudah mengalami pergeseran akibat pengaruh pola pikir masyarakat yang sudah tersentuh oleh modernisasi.

Yenny menjelaskan, intinya suatu tradisi kebudayaan itu baik, termasuk tradisi bajapuik yang ada di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman. Karena pada tradisi tersebut, pihak perempuan menyerahkan sejumlah uang yang telah disepakati kepada pihak laki-laki saat akan dilakukan pernikahan.

Ada penghormatan lembaga adat. Selain itu, pada tradisi tersebut ada penghargaan untuk pihak laki-laki serta tidak ada untuk merugikan kaum perempuan dalam menjalankan kearifan lokal tersebut.

Sehingga dalam tradisi itu pihak perempuan memang melakukan pemberian berupa uang kepada pihak laki-laki berdasarkan kesepakatan keluarga kedua pihak. Namun, uang itu juga akan dikembalikan dalam bentuk barang oleh pihak laki-laki kepada perempuan.

“Uang tersebut sebenarnya bisa menjadi modal awal pasangan suami istri di Pariaman untuk membina rumah tangga. Makanya dalam penelitian itu, persepsi masyarakat luas terkait laki-laki di Pariaman dibeli itu tidaklah seperti yang dikhawatirkan,” sebut dia.

Lihat juga...