Malam Suro Dipastikan Tugu Soeharto Ramai Peziarah
Editor: Koko Triarko
SEMARANG – Bagi masyarakat Jawa yang kental akan tradisi dan budaya leluhur, peringatan malam Tahun Baru Hijriyah atau lebih dikenal dengan malam 1 Suro, tidak hanya dilewatkan begitu saja.
Malam 1 Suro identik dengan ritual adus keramas (mandi keramas), larung, hingga kungkum atau berendam. Hal tersebut sebagai simbol untuk membuang sial, membersihkan diri dan menyambut datangnya tahun baru, dengan harapan baru.
Di antara ritual tersebut, bagi masyarakat Semarang dan sekitarnya, topo kungkum atau berendam di aliran sungai di sekitar monumen Tugu Soeharto menjadi pilihan utama.

Lokasi tugu tersebut terletak di antara pertemuan dua arus sungai, yaitu dari sungai Kreo dan Ungaran, yang masuk wilayah Kelurahan Kalipancur, Semarang.
Ritual ini mengacu pada apa yang pernah dilakukan Presiden ke-2 Republik Indonesia, HM Soeharto, pada saat masih berdinas militer di Jawa Tengah.
Saat itu, beliau masih menjabat sebagai Komandan Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro, yang kemudian berubah nama menjadi Kodam IV/Diponegoro pada 1956-1959.
“Dulu konon ceritanya, Presiden Soeharto yang kala itu berpangkat mayor bertugas di Semarang dalam perang melawan Belanda. Dalam sebuah peperangan, karena terdesak, beliau melompat ke sungai, kemudian menancapkan tongkat dan berendam di sana. Sehingga lolos dari kejaran musuh,” papar salah seorang tokoh masyarakat Kalipancur, Supadi, saat ditemui di Semarang, Rabu (19/8/2020).
Ritual tersebut kemudian dilanjutkan Soeharto, saat bertugas kembali di Semarang sebagai komandan Tentara & Teritorium IV/Diponegoro.