Dalam data KASN disampaikan hingga 31 Juli 2020, jenis pelanggaran netralitas tertinggi adalah melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah (21.5%), kampanye/sosialisasi media sosial (21.3%), mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu pasangan calon (13.6%).
Sementara dari sisi jenis jabatan yang paling banyak melanggar adalah: jabatan pimpinan tinggi (27.6%), jabatan fungsional (25.4%), dan jabatan administrator (14.3%).
“Kita harus antisipasi betul bahwa pengerahan birokrasi dalam pilkada serentak ini jangan sampai terjadi, apalagi di masa pandemi ini, berbagai jenis kegiatan dengan label penanggulangan Covid-19 sangat bisa dipermainkan oleh petahana yang akan maju kembali dan atau pejabat di daerah yang berniat maju dalam pilkada” ujar Adnan Topan selaku Koordinator ICW.
Pelanggaran netralitas ASN perlu penguatan dalam hal pemberian sanksi, mitra strategis KASN dalam hal ini adalah BKN dan tentu Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) baik itu bupati, walikota, bubernur dan menteri/Kepala Badan harus memperhatikan urgensi netralitas ASN dalam pilkada serentak ini.
Sementara itu Direktur Wasdal IV BKN, Achmad Slamet Hidayat, menyatakan, BKN sebagai mitra strategis KASN mendukung rekomendasi KASN yang tidak ditindaklanjuti oleh PPK, dengan menangguhkan data administrasi kepegawaian ASN yang bersangkutan, sehingga Pegawai ASN tersebut tidak akan bisa naik pangkat, atau rotasi jabatan, apalagi promosi jabatan, sampai dengan rekomendasi sanksi ditindaklanjuti oleh PPK.
Selain itu, Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, menyampaikan netralitas ASN merupakan aspek penting dalam mengantisipasi tindakan koruptif di birokrasi, jika ASN tidak netral yang terjadi adalah birokrasi menjadi tercampur dengan politik dan akan masuk berbagai kepentingan kepentingan sesaat yang merugikan masyarakat.