Gubes Farmasi UGM: Penemuan Obat Covid-19 tak Mudah
YOGYAKARTA — Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Prof. Zullies Ikawati menyampaikan bahwa penemuan obat untuk COVID-19 bukan sesuatu yang mudah sehingga masyarakat diharapkan tidak cepat percaya terhadap klaim penemuan obat atau ramuan herbal antibodi untuk penyakit itu.
“Jika ada berita-berita yang mengklaim penemuan obat COVID-19, jangan cepat percaya, karena penemuan obat COVID-19 tidak semudah itu. Carilah info-info berimbang pada lembaga-lembaga yang terpercaya seperti Badan POM,” kata Zullies Ikawati melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Rabu (5/8/2020).
Menurut dia, pernyataan penemuan antibodi COVID-19 yang berasal dari herbal merupakan istilah yang tidak tepat, karena antibodi sendiri adalah suatu protein yang dibentuk oleh sistem imun ketika menghadapi paparan antigen/patogen, bisa berupa virus, bakteri, jamur, dan lainnya, termasuk terhadap virus penyebab COVID-19.
“Jadi kalau ada orang yang mengklaim menemukan atau menciptakan antibodi, tentu itu hal yang sangat tidak tepat,” kata dia.
Antibodi, terangnya, adalah senyawa yang dihasilkan oleh sel-sel imun, yaitu oleh sel limfosit B yang bekerja melawan antigen. Dalam hal COVID-19 yang bisa disebut sebagai produk antibodi adalah plasma convalescent yang berasal dari pasien COVID-19 yang sudah sembuh.
“Pasien COVID-19 yang sudah sembuh akan memiliki antibodi terhadap COVID-19, nah ini yang kemudian diisolasi plasma darahnya lalu ditransfusikan kepada pasien sakit, di mana plasma darah ini mengandung antibodi COVID-19,” kata Zullies.
Dalam konteks lain, lanjut dia, suatu antibodi bisa diisolasi dari makhluk hidup dan mungkin dikemas menjadi satu sediaan, misalnya Anti bisa ular (ABU). Serum anti bisa ular dibuat dengan cara memberikan bisa ular ke dalam tubuh hewan, seperti kuda atau domba.