Hikayat Tari Amba Nitis Sewu

CERPEN IDNAS ARAL

Untuk bangun tidur menuju duduk saja, lamanya bisa sampai sekitar satu bakaran dupa. Saat sudah sampai di tahap ini, Ning dipingit, tak boleh dijumpai siapa pun, kecuali Ki Ponco.

Selama 7 harmal, Ki Ponco menembangi Ning dengan tembang yang diulang seratus kali di setiap harinya. Tembang inilah yang akan dirapal dalam batin penari Amba Nitis Sewu ketika sedang menarikannya.

Tembang inilah mantra yang akan menggerakkan tubuh Ning secara naluriah di dalam pertunjukannya nanti dan hanya akan dipraktikkan langsung ketika pertunjukan telah benar-benar digelar.

Gerak di dalam tari tersebut bukanlah gerak yang bisa dilatih dengan hapalan sebagaimana tari-tari yang lain, ia semacam gerak alamiah, dimana tubuh berserah untuk digerakkan oleh kekuatan yang tak kasat mata.
***
PARA pemain gamelan resah mendapati Ki Ponco tidak mengadakan latihan sama sekali dan justru memerintahkan mereka berjaga secara bergantian di pagar padepokan. Guna melarang siapa saja yang hendak masuk. Padahal, pertunjukan tinggal tiga hari lagi.

“Mungkin, Ki Ponco tidak ingin mengirim Ning maju sayembara.”

“Wah, bisa-bisa Ki Ponco dihukum berat karena dianggap melawan titah raja.”

“Jangan-jangan beliau sengaja merencanakan pertunjukan yang tidak bagus, agar Ning tidak menang.”

“Baguslah kalau tidak menang, tidak rela aku kalau Ning dijadikan selir raja.”

“Hush, hati-hati kalau ngomong.”

Seakan menangkap keresahan dari pelataran padepokan, Ki Ponco keluar untuk menghampiri mereka malam itu juga.

“Ning dan saya sedang mempersiapkan tarian untuk pagelaran sayembara tari lusa. Percayalah, pantang bagi saya mempertunjukkan tarian yang tidak sungguh-sungguh. Tapi tarian kali ini tidak sama dengan tari-tari yang pernah kita mainkan, bentuk persiapannya pun berbeda. Untuk itu, saya minta kalian juga bersungguh-sungguh dan percaya bahwa pertunjukan lusa juga merupakan wujud manembah kita kepada Sang Hyang Widhi, sebagaimana pagelaran-pagelaran kita sebelumnya.”

Lihat juga...