Dalam perdebatan itu, dengan kepala dingin dan bahasa yang terukur, dijelaskan oleh Pak Harto bahwa kehendak Yamin yang berlandaskan kepentingan politis semata akan sia-sia karena dapat mengusik sekutu Belanda di NATO, dan Pak Harto tetap teguh mempertahankan rencana operasi militer yang sudah disusunnya.
Pada akhirnya argumen Yamin dapat dipatahkan dan operasi militer tidak diintervensi oleh politisi, dan Bung Karno pun setuju.
Sebetulnya, dengan alutsista yang dimiliki Indonesia pada waktu itu, dengan menggunakan peluru kendali yang ditembakkan dari pesawat pembom tercanggih buatan Rusia saat itu, TU 16, kapal itu dengan mudah dapat ditenggelamkan.
Akan tetapi akibatnya, Belanda yang adalah anggota NATO akan meminta bantuan Amerika (karena ditembak pesawat buatan Rusia), dan akibatnya rencana operasi yang sudah dipersiapkan menjadi berantakan. ***
Noor Johan Nuh, Penulis buku dan bergiat di forum Yayasan Kajian Citra Bangsa (YKCB) Jakarta