Bioremediasi Butuh Sinkronisasi Antar-Otoritas
Editor: Koko Triarko
JAKARTA – Berbagai kasus pencemaran yang pernah terjadi di Indonesia, mendorong para pelaku usaha dan peneliti untuk mengembangkan bioremediasi sebagai upaya menghilangkan polutan. Pemerintah pun mendukung upaya itu dengan mengeluarkan beberapa regulasi dan melakukan sinkronisasi otoritas, agar tujuan Bioremediasi dapat tercapai.
Ahli Polusi Laut dan Bioremediasi, Prof. Agung Dharma Syakti, menyatakan pemilihan bioremediasi dalam menanggulangi pencemaran di laut karena langkah ini mempunyai efek samping yang lebih sedikit.
“Bioremediasi itu adalah upaya mempergunakan mikroba dalam menghilangkan polutan berbahaya dari lingkungan, dengan efek samping yang lebih sedikit,” kata Prof. Agung, saat dihubungi, Selasa (16/6/2020).

Penggunaan bioremediasi ini, lanjutnya, memiliki keuntungan karena ramah lingkungan, aman dan murah. “Penggunaan mikroba yang sudah ada di area terkait dan tidak adanya penambahan bahan kimia, menyebabkan cara ini dapat dilakukan dengan mudah. Biayanya juga murah dan tidak memiliki risiko jangka panjang,” ujarnya.
Untuk keberhasilan sistem ini yang harus diperhatikan adalah kondisi mikroba dan lingkungannya. “Yang perlu diperhatikan adalah penggunaan mikroba yang tepat sesuai dengan tindak pencemaran, kebutuhan nutrisi dari mikroba tersebut dan kebutuhan lingkungan. Seperti oksigen, air, temperatur, salinitas maupun pH,” ujarnya.
Salah satu contoh adalah penggunaan mikroba untuk menurunkan valensi Ag (air raksa) dari 20 ke 0 atau menurunkan nilai Cromium dari Cr-6 yang sangat beracun ke Cr-3 yang tidak beracun.