Airlangga Klaim Ekonomi Nasional Lebih Kuat dari Negara Lain

Editor: Makmun Hidayat

Di kuartal I tahun 2020, dari sisi konsumsi (demand), yang membuat kontraksi adalah konsumsi yang pertumbuhannya turun dari biasanya di atas 5 persen, menjadi 2.7 persen. Kemudian investasi tumbuh 1.7 persen, lalu konsumsi pemerintah masih menunjang dalam bentuk belanja negara melalui anggaran, yaitu tumbuh sebesar 3.7 persen.

Sementara dari sisi dunia usaha (supply), sektor manufaktur ada di 2.1 persen dan perdagangan di 1.6 persen, namun pertanian ada di 0 persen.

”Jadi pertanian ini menjadi perhatian untuk kembali bisa menopang di saat ekonomi seperti ini. Di bulan Juni-Juli akan ada panen raya, maka sektor ini diharapkan bisa membuat kuartal ketiga 2020 tidak terlalu turun, apalagi didukung adanya new normal,” tukas Airlangga.

Ia pun memberi gambaran bahwa krisis akibat pandemi Covid-19 ini tidak akan selesai sampai akhir tahun 2020.  ”Bisa terus bergeser ke tahun 2021, 2022, untuk recovery,” sambung Airlangga.

Namun, lanjut Menko Perekonomian, pemerintah sudah menyiapkan skenario defisit anggaran dan akan mengembalikannya di tahun 2023. ”Sehingga kita punya ruang untuk melakukan stimulus fiskal maupun untuk pembiayaan,” tuturnya.

Kemudian, jika dilihat dari segi ekspor impor, neraca ekspor turun dan yang bisa menahan penurunan adalah sektor industri pengolahan.

“Mining mengalami penurunan, kemudian oil and gas. Dari segi impor, konsumsi juga menurun banyak. Bahan baku turun. Lalu, yang menjadi catatan adalah capital juga turun, itu berarti investasi turun dan penciptaan lapangan terbatas,” papar Menko Airlangga.

Dari sisi penerimaan pajak sektoral, sektor pertambangan, transportasi, konstruksi dan real estate, perdagangan, manufaktur, serta keuangan mengalami penurunan.

Lihat juga...