Pernikahan Dini Tinggi, Perlu Disiapkan Generasi Muda Berencana

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

SEMARANG – Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991-2017, angka kelahiran pada perempuan kelompok usia15 –19 tahun di antara 1000 wanita (ASFR 15-19) mengalami tren menurun, dari 67 pada SDKI 1991 menjadi 36 (SDKI 2017), namun perempuan yang hamil dan melahirkan di usia remaja (ASFR 15-19) di Indonesia masih tergolong tinggi.

Hal tersebut terjadi dikarenakan perilaku pacaran yang berisiko tinggi, yang dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan tidak diinginkan, serta pernikahan di usia muda.

“Khusus untuk pernikahan dini atau pernikahan di usia muda, data terakhir yang masuk kepada kami, pada 2019 lalu masih ada sekitar 30 ribuan kasus pernikahan dini di Jateng. Tentu ini menjadi keprihatinan kita bersama,” papar Kepala Perwakalian Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jateng, Wagino, di Semarang, Sabtu (9/5/2020).

Hal tersebut mendorong pihaknya terus melakukan peningkatkan promosi dan pengenalan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), khususnya kepada generasi milenial, melalui program Generasi Berencana (GenRe) yang muda yang berencana.

“Meski UU Perkawinan terbaru, menyebutkan usia minimal menikah 19 tahun, namun kita terus mendorong agar pernikahan dilakukan minimal berusia 21 tahun bagi perempuan. Ada banyak alasannya, secara medis, mental hingga ekonomi,” tandasnya.

Dari segi kesehatan, ibu yang terlalu muda hamil dan melahirkan pertama di usia kurang dari 21 tahun sangat berisiko tinggi, karena kondisi rahim dan panggul yang belum berkembang secara optimal, mental belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan peran ibu.

Lihat juga...