Pandemi Covid-19 Bisa Sebabkan Kasus KDRT Meningkat
Editor: Koko Triarko
Kondisi demikian, masing-masing individu menjadi sensitif dan rawan terjadi konflik, bahkan bisa menjadi mengarah pada kekerasan rumah tangga.
“Seringkali ketika perempuan berada dalam posisi yang lemah, perempuan yang akan menjadi korban kekerasan, baik kekerasan verbal maupun kekerasan fisik,” lanjutnya.
Menurutnya, persoalan tersebut bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik, sebab konflik bisa terjadi karena perbedaan harapan pada masing-masing individu.
“Dengan komunikasi itu juga bisa menyesuaikan masing-masing keinginan dan harapan, tentunya masing-masing juga mau untuk berbesar hati menerima,” ungkapnya.
Di satu sisi, untuk menambah penghasilan keluarga, karena masalah ekonomi juga sebagai sumber konflik, bisa mengeksplorasi kemampuannya.
“Mereka yang bisa memasak, coba memasak dan menawarkan kepada kenalan. Apalagi saat bulan puasa seperti ini, bisa jadi tidak semua orang bisa memasak. Ini adalah kesempatan. Atau mencoba menjualkan barang milik orang lain, yang tentunya akan mendapat untung dari sana. Terpenting, yang harus disadari, bahwa kita harus bisa berdamai dengan situasi ini. Menerima situasi ini dan bergerak untuk terus melanjutkan kehidupan,” ungkapnya panjang lebar.
Dirinya menilai, jika selalu mengeluh dan menggerutu, justru tidak akan menemukan solusi, tetapi malah terbelenggu dalam kemarahan, yang berdampak negatif, baik diri sendiri maupun orang lain.
“Termasuk di antaranya KDRT, karena keluarga adalah orang-orang terdekat dari individu. Sehingga ketika kita tidak dapat menahan emosi dan hampir 24 berada di rumah, maka rawan terjadi KDRT,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, M Khadik, tidak menampik jika sektor ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya KDRT.