Butuh Mekanisme Tepat untuk Jaga Potensi Kayu Gaharu Indonesia
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
“Kalau orang dulu, sebelum mengambil mereka melihat dulu kondisi pohonnya. Apakah memang sudah jadi gaharu atau belum. Sementara, kalau sekarang karena buru-buru ingin mendapatkan untung karena Kayu Gaharu mahal, akhirnya main tebang saja. Setelah dipotong, baru dicek. Jadinya, banyak yang tidak berhasil,” urainya.
Seharusnya, menurut Greg, sebelum Aquilaria itu ditebang, sudah dikembangkan dulu dengan sistem vegetatif. Yang rentan, diperbanyak, untuk dijadikan calon kayu Gaharu berikutnya.
“Harus ada interaksi dengan mikroorganisme yang cocok. Baru terjadi Gaharunya. Sekarang, penanaman menggunakan biji dan yang sering terjadi, semua diinfeksi dengan cara yang sama. Padahal tidak bisa begitu,” katanya tegas.
Dan, ia menekankan, bahwa jika satu pohon sakit, belum tentu seluruh pohon itu menjadi Gaharu. Hanya bagian yang terpapar oleh patogen saja, yang menghasilkan Kayu Gaharu.
“Pohon yang sakit itu, bisa kita lihat dari daunnya yang menguning, batangnya berongga-rongga, mengering. Dan yang utama, ada aroma harum yang bisa tercium,” ujarnya lebih lanjut.
Mengingat nilai Gaharu yang tinggi ini, harusnya ada mekanisme pengembangan yang lebih baik dan terencana untuk menjaga keberadaan Aquilaria ini.
“Harus ada skema pengembangan dan cara penentuan pengambilan kayu Gaharu secara tepat. Sehingga, Aquilaria ini bisa lestari dan juga bisa memberikan peluang ekonomi yang lebih besar di masa depan,” pungkasnya.