AKHIRNYA kisah tentang pohon itu didengar juga oleh Barabujjak, penguasa kota Ular. Seorang tukang cerita yang kebetulan singgah ke kotanya, menceritakan kisah itu dengan terperinci. Tentu dengan bumbu-bumbu seperti biasanya.
“Suatu hari, seorang pencari tanaman obat menemukannya begitu saja. Sebatang pohon yang seperti tercerabut dari akarnya, dan melayang beberapa tombak di atasnya. Semula ia menyangka kalau pohon itu tertarik dahan atau akar pohon lain yang ada di tepi-tepi jurang. Tapi tidak, pohon itu benar-benar benar-benar melayang begitu saja, bagai burung yang mengepakkan sayap pertamanya tepat di depan kita…”
Si tukang cerita berhenti sejenak, sengaja mendramatisasi jeda. Lanjutnya, “Orang-orang dari Desa Jarra dan sekitarnya, kemudian mulai berbondong-bondong datang. Awalnya mereka hanya ingin melihat saja, namun –entah siapa yang memulai– mereka mulai berdoa di bawah pohon. Beberapa orang bahkan mulai membawa sesaji. Saat aku datang dan melihat sendiri pohon itu, orang-orang sudah menyebutnya sebagai… Pohon Tuhan.”
Kedua mata Barabujjak berkilat. Ia tak menyebunyikan lagi ketertarikannya. Selama ini, ia telah memiliki apa pun. Hartanya ada dalam gudang yang begitu besar. Istri-istrinya yang berderet menantinya setiap malam, bahkan tak lagi bisa seluruhnya dihapal namanya.
Ia bayangkan, bila ia memiliki pohon itu, ia akan semakin ternama. Kotanya akan semakin ramai. Dan ia yakin, ia bisa mengeruk lebih banyak lagi uang dari pohon itu.
Barabujjak segera saja memerintahkan orang kepercayaannya untuk mendatangi Desa Jarra dan sekitarnya. Selain untuk melihat langsung, ia juga diberi wewenang untuk memberi tawaran pada penduduk desa.