Hilirisasi Sawit di Sektor Oleokimia Perlu Dikembangkan

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Sebagai negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia dituntut mampu mengembangkan berbagai produk turunan kelapa sawit. Saat ini, pemerintah dinilai baru secara serius mendukung hilirisasi sawit ke sektor industri biofuel yang menghasilkan biodisel.

“Jadi sebenarnya sawit ini bisa dikembangkan pada banyak hal, hilirisasi biofuel itu yang terendah. Nah (kalau cuma ini) tentu ini tidak cukup menurut saya,” terang Kepala Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho, Sabtu (8/2/2020).

Andry menilai salah satu sektor industri hilirisasi sawit yang perlu dikembangkan adalah oleokimia. Apabila industri ini mendapat dukungan serius dari pemerintah, maka sangat berpotensi menstimulus pergerakan ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan secara luas.

“Kita pakai sampo dan sabun, itu kan dari sawit sebetulnya. Yang diproduksi oleh industri oleokimia. Kalau kita lihat case mikro-nya di daerah, dia dipegang oleh Unilever, dan salah satu yang terbesarnya ada di Medan, di Sei Mangkei,” turur Andry.

Permasalahannya, kata Andry, industri oleokimia masih berkutat dengan persoalan harga gas yang tinggi, yang pada gilirannya juga pasti membuat ongkos produksi mereka pun menjadi ikut tinggi.

“Harga gas di beberapa sektor industri sebetulnya sudah mendapatkan subsidi. Petrochimicals sudah. Sementara industri oleokimia tidak mendapat fasilitas serupa, sehingga biaya produksi mereka lebih mahal. Ini menyebabkan mereka tidak kompetitif di pasar,” paparnya.

“Sekarang Kementerian Perindustrian mulai melihat apakah memang perlu membuka keran impor untuk gas. Kalau memang nantinya dibuka, pertanyaan selanjutnya bagaimana mekanisme pengawasannya? Apakah hanya untuk sektor industri yang belum terfasilitasi atau sepeti apa? Nah model-model seperti ini saya rasa bukan hanya ranah Kemenperin, tapi juga Kemendag dan Kemen ESDM,” sambung Andry.

Lihat juga...