Gagal Budidaya Lele, Warga Pasuruan Beralih Ikan Nila
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
Panen secara parsial memungkinkan ia masih bisa memiliki ikan pada petak kolam yang lain. Sejumlah petak kolam sengaja digunakan untuk indukan yang menghasilkan benih.
Pemeliharaan ikan nila dibanding ikan lele menurutnya jauh lebih mudah. Sebab meski bisa dipanen usia tiga bulan jenis ikan lele yang sebelumnya dibudidayakan butuh biaya operasional yang tinggi.
Biaya operasional tinggi itu berasal dari pakan menggunakan pelet. Sementara jenis ikan nila ia masih bisa memanfaatkan daun talas, kangkung, sayuran dan dedak untuk menghemat.
“Pelet masih digunakan tapi terbatas karena kualitas air justru akan bagus jika penggunaan pelet diminimalisir,” tegas Suyatno.
Pembudidaya lain bernama Trubus menyebut, penghujan ia memilih beralih budidaya ikan nila. Sebelumnya ia melakukan budidaya ikan lele mutiara.

Meski menghasilkan namun saat kemarau dan pergantian ke penghujan ikan lele rentan penyakit. Sulitnya memperoleh benih dan pemijahan yang gagal menjadi faktor ia beralih membudidayakan ikan nila.
“Ikan nila bisa dikembangkan dengan perawatan sederhana dan perbanyakan secara alami mudah,” tutur Trubus.
Sebagian kolam terpal yang semula dipakai untuk budidaya lele bahkan kini dipakai untuk budidaya ikan nila. Trubus juga menyebut pakan dari dedak membuat ia bisa menekan biaya operasional.
Sebab per karung dedak dengan berat 50 kilogram bisa dibeli olehnya seharga Rp50.000. Pakan dedak menurutnya lebih murah dan bisa dikombinasikan dengan tanaman talas, ubi jalar dan sayuran.