Mulai Juli Perumda Pasar Jaya Berlakukan Larangan Kantong Plastik

Editor: Koko Triarko

Menurut Kiagus, Pergub 142 tahun 2019 sanksinya masih relatif lebih ringan dan pendekatannya persuasif dibandingkan regulasi di Afrika Selatan dan beberapa negara di Afrika lainnya, yang memberikan sanksi pidana 10 tahun untuk pengguna kantong plastik.

“Begitu pula di Italia dan beberapa negara di Eropa, yang mengatur jauh lebih ketat tentang pembatasan plastik ini,” katanya.

Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Tiza Mafira, mengungkapkan, berdasarkan data Word Bank sekitar 400.000 ton sampah plastik masuk ke perairan Indonesia setiap tahunnya.

“Yang mayoritas berupa kantong kresek,” ujar Tiza.

Padahal, kantong plastik kresek hanya enam persen dari total produksi plastik. Namun, jenis ini paling mencemari lingkungan, lantaran sulit untuk dikumpulkan dan didaur ulang kembali.

Menurut Tiza, Pemprov DKI Jakarta yang memulai pembatasan kantong plastik kresek sangat logis.

“Karena jenis ini yang paling banyak mencemari lingkungan,” katanya.

Saat ini, di seluruh Indonesia terdapat 22 kota dan kabupaten yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai.

“Jakarta merupakan salah satu yang paling matang terkait persiapan kebijakan ini. Jakarta memulai dari riset dan konsultansi publik sejak jauh hari,” kata Tiza.

DKI Jakarta, lanjut Tiza, berani mengatur pasar swalayan dan pasar rakyat sekaligus, karena memang pasar rakyat cukup signifikan menghasilkan sampah plastik. Mahkamah Agung juga sudah menegaskan, bahwa pemerintahan daerah berwenang mengatur pembatasan plastik sekali pakai di daerahnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih, mengatakan, sinergisitas antara pemerintah daerah, pelaku usaha dan konsumen sebagai penentu keberhasilan penerapan kebijakan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan.

Lihat juga...