Prof Warsito Teliti Potensi Minyak Atsiri sebagai Obat
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
MALANG – Profesor bidang ilmu kimia organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Drs. Warsito, MS mengatakan, meningkatnya jumlah penderita penyakit degeneratif menuntut pemerintah untuk dapat menyediakan obat secara memadai, baik secara kualitas dan kuantitasnya.
Penyakit degeneratif seperti hipertensi yang tidak segera tertangani justru berpotensi mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit lain di antaranya jantung, diabetes, gagal ginjal termasuk penyakit hati.
Ironisnya selama ini kebutuhan obat untuk mengatasi kompleksitas penyakit yang muncul tersebut, industri farmasi Indonesia belum mampu untuk membuat bahan baku obat.
Selama ini bahan baku obat dipenuhi dengan cara impor terutama dari Cina sebesar 60 persen dan India 30 persen. Bahkan nilai impornya mencapai 1,3 miliar US Dollar per tahunnya.
“Tentu sangat kita sayangkan karena sebetulnya di Indonesia memiliki sumber daya alam yang bisa dijadikan bahan baku obat, salah satunya adalah minyak atsiri,” ujarnya saat ditemui di Institut Atsiri UB, Rabu (4/12/2019).
Menurut Warsito, sebenarnya minyak atsiri sudah melekat di kehidupan masyarakat, karena hampir semua produk yang digunakan sehari-hari sesungguhnya telah mengandung minyak atsiri, mulai dari pasta gigi, sabun mandi, minyak wangi, pengharum ruangan dan lain sebagainya.
Dari pengalaman empiris juga telah membuktikan bahwa minyak atsiri telah terbukti sebagai obat anti oksidan, termasuk juga dapat menekan struk, hipertensi dan diabetes.
“Ternyata minyak atsiri juga telah digunakan sebagai pengobatan komplementer disamping pengobatan lain. Termasuk juga sudah lama dikenal bahwa minyak atsiri itu digunakan sebagai obat tradisional,” akunya.