Memahami Gangguan Pubertas

JAKARTA – Pubertas dapat menjadi momentum yang terasa begitu menegangkan dan mengkhawatirkan bagi remaja dan keluarga mereka, karena merupakan periode terjadinya perubahan emosi dan fisik yang signifikan bagi tubuh. Pubertas biasanya terjadi antara usia 8-13 tahun untuk wanita dan 9-14 tahun untuk pria.

Pubertas merepresentasikan pematangan aksis hipotalamus-hipofisis-gonad (HPG). Munculnya jerawat, rambut ketiak atau kelamin, dan bau badan adalah hasil dari sekresi androgen adrenal dan seringkali disebut sebagai adrenarche. Adrenarche tidak tergantung dari aksis HPG.

Karena itu, seorang anak dapat menunjukkan tanda-tanda adrenarche, namun tetap memiliki diagnosis pubertas terlambat atau pubertas tertunda.

Pubertas tertunda secara klinis didefinisikan sebagai ketiadaan atau perkembangan yang tidak lengkap dari karakteristik seksual sekunder, ditandai usia di mana 95 persen populasi mulai matang secara seksual. Di dunia medis, pubertas tertunda disebut juga delayed puberty atau pubertal delay.

Sebagian remaja tidak memulai perkembangan seksual mereka di usia yang sewajarnya. Ketiadaan atau tertundanya tanda-tanda pubertas merupakan indikator primer, bahwa seorang remaja mengalami gangguan pubertas tertunda.

Pada anak pria, pubertas tertunda lebih sering terjadi, memiliki karakteristik seperti tidak ada pembesaran testis di usia 14 tahun, memiliki selang waktu lebih dari lima tahun untuk mencapai perkembangan genital dewasa yang paripurna.

Dengan kata lain, dari awal hingga selesainya pertumbuhan alat kelamin berlangsung selama lebih dari lima tahun. Sekadar diketahui, pada usia pubertas normal, anak pria mengalami pembesaran testis, di mana volume ukuran testis meningkat 4 ml atau lebih, atau panjang mencapai 2,5 cm. Anak pria dengan gangguan pubertas tertunda memiliki testis berukuran kurang dari 2,5 cm, di usia 14 tahun, disertai ketiadaan rambut di organ vital dan/atau ketiak.

Lihat juga...