Bekasi Berharap Diberi Kewenangan Kelola Program Kesehatan

Redaktur: Muhsin E Bijo Dirajo

Melalui perhitungan dan pertimbangan secara realitas jika diintegrasikan, maka Kota Bekasi sangat keberatan. Dengan uang kurang dari Rp500 miliar dapat digunakan untuk membangun Puskesmas, Rumah Sakit dan sarana prasarana pelayanan lainnya.

Selama ini, layanan Kesehatan Masyarakat Berbasis NIK pembayaran secara inacibijis dan insidential, dan tidak dipersulit oleh rumah sakit yang bekerjasama, serta masyarakat tidak dibebankan iuran perbulannya.

Kemarin, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi dipanggil secara khusus oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Republik Indonesia, Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

Dia hadir bersama Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Tanti Rohilawaty, Kepala BAPPEDA, Dinar Faisal, Inspektur Kota Bekasi, Widodo Indrijantoro, Kepala Dinas Sosial, Ahmad Yani, Direktur RSUD Chasbulah Abdulmajid, Kusnanto Saidi Staf ahli Wali Kota Bidang Keuangan dan SDM, Dwi Andaryanie, Kepala DISKOMINFO, Encu Hermana dan Kepala Bagian Hukum, Diah.

Pertemuan tersebut untuk membahas kelanjutan program Kartu Sehat Berbasis NIK yang menjadi berita hangat di Kota Bekasi, dan menjadi polemik karena isu penghentian Layanan Kesehatan Masyarakat berbasis NIK.

Wali Kota Bekasi mengaku setelah mendengar penjelasan alasan Pemkot Bekasi terus memperjuangkan KS-NIK, Moeldoko selaku KSP juga menyayangkan BPJS tidak bisa seperti program kesehatan yang ada di Kota Bekasi.

“Pak Moldoeko menjanjikan hasil pertemuan akan di rapatkan ke dalam rapat Menteri khusus pembahasan tentang perpres 82, dan Kota Bekasi akan diberikan hasilnya,”paparnya.

Sebelumnya, Pemkot Bekasi telah memperjuangkan keberlangsungan program KS NIK melalui konsultasi dengan Gubernur Jabar, Kementerian Hukum dan HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi IX DPR, Kementerian Kesehatan, Kemendagri, dan BPJS Kesehatan. Langkah ‘judicial review’ juga ditempuh ke Mahkamah Konstitusi.

Lihat juga...