Pemindahan Ibu Kota Negara Berdampak pada Ketersediaan Air

Redaktur: Satmoko Budi Santoso

MALANG – Upaya pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur merupakan langkah besar dan strategis.

Namun kesuksesan dan keberlangsungan terhadap upaya pemindahan ibu kota negara tersebut tidak bisa dilepaskan salah satunya dengan daya dukung sumber daya air yang mencukupi, baik secara kuantitas dan kualitas, karena air baku merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.

Profesor di bidang manajemen dan rekayasa sumber daya air pada Fakultas Teknik (FT) Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Ir. Pitojo Tri Juwono, M.T., IPU, dalam orasi ilmiahnya menyebutkan, total ketersediaan air baku eksisting saat ini di lokasi rencana ibu kota negara hanya sebesar 2,56 m3/detik.

Jumlah tersebut setara hanya mampu melayani 1 juta penduduk saja, yang diasumsikan satu orang di sana saat ini membutuhkan air untuk keperluan air bakunya adalah 150 liter per orang per hari.

Berdasarkan analisa neraca air, dengan ketersediaan eksisting saat ini sebesar 2,56 m3/det dan hasil perhitungan kebutuhan air akibat peningkatan penduduk sampai dengan 5 juta orang di lokasi rencana ibu kota sebesar 10,94 m3/detik, maka terdapat defisit kekurangan ketersediaan air sebesar 8,38 m3/detik.

“Tentu bukan angka yang kecil tapi merupakan angka cukup besar yang harus disiapkan pemerintah dalam waktu hanya lima tahun untuk mengejar ketersediaan tambahan air sebesar 8,38 m3/detik. Sehingga dari sekarang tentu berbagai upaya infrastruktur harus segera mulai dilakukan di sana,” ujarnya dalam rapat terbuka senat UB, pengukuhan profesor di gedung Widyaloka UB, Rabu (13/11/2019).

Menurutnya, upaya pemindahan ibu kota negara di Kalimantan Timur akan berdampak negatif pada aspek perubahan hutan menjadi lahan terbuka dan terbangun, yang menyebabkan terganggunya siklus hidrologi.

Lihat juga...