Pedang Wasiat

CERPEN KHAIRUL ANAM

MBAH Mardi terbatuk-batuk ketika Darmo berkunjung ke rumahnya. Darmo panik melihat keadaan Mbah Mardi seperti ini. Pemandangan yang sebelumnya tak pernah ia lihat dari diri seorang Mbah Mardi.

“Mbah baik-baik saja kan?” Darmo bertanya khawatir.

“Aku baik-baik saja Mo.” Mbah Mardi menenangkannya.

Darmo mengangguk, meskipun kekhawatiran masih mengalir di tubuhnya. Ia prihatin dengan keadaan Mbah Mardi, sesepuh Desa Seloso ini.

Tubuh Mbah Mardi semakin kurus kerontang. Tulang-tulangnya mulai bisa terlihat dari luar. Guratan keriput juga semakin jelas menghiasi wajahnya. Kedua pipinya semakin kempot dan juga dia sering tidak enak badan akhir-akhir ini.

Keadaan ini, tentu menumbuhkan kegelisahan bagi seluruh warga Desa Seloso ini. Bagaimana tidak, Mbah Mardi terkenal sebagai orang terkuat di desa dan dalam sejarah hidupnya tak ada satu pun penyakit yang mampu membobol kekebalan tubuhnya.

Kabar kesehatan Mbah Mardi yang kian hari kian menurun menyebar ke seluruh wilayah di desa ini. Bahkan ibu-ibu yang sering menggosip tetangga berganti membicarakan keadaan Mbah Mardi.

Selain itu, ada pula kejadian yang tak disangka-sangka sebelumnya. Dua ibu-ibu, sebut saja Ibu Asih dan Ibu Aini yang kesehariannya tak pernah akur, hampir setiap hari saling melempar sindiran, tiba-tiba saja bisa bersandingan di sebuah acara, saat seseorang membuka pembicaraan perihal keadaan Mbah Mardi.

Pemikiran-pemikiran yang tak pernah sejalan, bisa mereka satukan ketika membahas keadaan Mbah Mardi.

“Kita berdoa saja agar keadaan Mbah Mardi segera pulih kembali seperti dulu,” salah satu warga mengajak para warga lain untuk berdoa ketika pembahasan semakin mendebarkan dada.

Lihat juga...