BANGKOK – Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, menyatakan Indonesia memiliki posisi kunci dalam perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP).
Pasalnya, sebagai negara pencetus dan pengembang ide RCEP pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 2011, Indonesia ditunjuk sebagai negara koordinator, dan Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo ditunjuk sebagai Ketua Komite Perundingan Perdagangan (Trade Negotiating Committee/TNC) RCEP sekaligus Ketua Perunding ASEAN.
Peran strategis itulah yang diharapkan dapat dimainkan Indonesia, khususnya untuk mencapai target kesimpulan substansi perundingan dalam KTT ke-3 RCEP di sela-sela KTT ke-35 ASEAN, yang diselenggarakan di IMPACT Arena, Nonthaburi, Thailand, pada 4 November mendatang.
“RCEP memang perundingan yang tidak mudah sama sekali. Dicoba terus karena Indonesia memiliki posisi yang cukup penting, posisi kunci sebagai ketua, sehingga kita mencoba mendapatkan titik temu meskipun tidak mudah,” kata Menlu Retno, dalam taklimat media di Bangkok, Thailand, Sabtu (2/11) malam.
Pernyataan Menlu RI itu bukan tanpa alasan. Sejak pertama dimulai pada Mei 2013, hingga kini perundingan RCEP yang melibatkan 10 negara anggota ASEAN dan enam mitranya — yaitu Cina, Korea, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan India — belum juga selesai.
Penyelesaian perundingan yang melibatkan 16 negara yang berbeda tingkat pembangunan ekonomi dan tingkat sensitivitasnya memang tidak mudah, terlebih perubahan pemerintahan di negara anggota juga turut mempengaruhi, bahkan memperlambat proses perundingan.