BNPB Ingatkan Masyarakat Dampak Buruk Merkuri Bagi Kehidupan

Editor: Makmun Hidayat

JAKARTA — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kembali mengingatkan bahaya merkuri bagi kehidupan manusia dan dampaknya bagi lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian Balitbangkes tahun 2007 di Sumatera Barat, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah pada penambang dan nonpenambang didapatkan bahwa kadar merkuri dalam rambut sudah melebihi nilai ambang batas.

“Merkuri sebagai polutan persisten memiliki karakteristik toksik, bioakumulasi dapat berdampak luas dan tersebar melalui udara, air, tanah, dan makanan. Dampak kronis merkuri bagi kesehatan manusia bisa mengakibatkan kerusakan sistem saraf pusat, kerusakan ginjal, kerusakan paru-paru, kerusakan hati, kerusakan gastroinstestinal dan meningkatkan angka kematian,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo saat jumpa pers terkait antisipasi potensi bencana nasional di Gedung BNPB, Jakarta, Jumat (29/11/2019).

Agus menyebutkan, adapun dampak akut pajanan pada bayi dapat mengakibatkan cacat mental, kebutaan, cerebral palsy atau gangguan gerakan otot, gangguan pertumbuhan hingga kerusakan otak. Sebaran merkuri yang menjangkiti manusia teridentifikasi di 478 Puskesmas, 235 Kabupaten dan 32 Provinsi di Indonesia.

“Data per Juni 2017 di Indonesia, sebaran pencemaran merkuri yang menjangkiti manusia teridentifikasi di 478 Puskesmas, 235 kabupaten dan 32 provinsi di Indonesia. Rata-rata data tersebut didapatkan dari wilayah yang menjadi lokasi tambang emas,” ujarnya.

BNPB selama ini telah menyerukan berbagai upaya yang menjadi solusi daripada permasalahan merkuri di antaranya; melalui peningkatan pengetahuan masyarakat, pemberdayaan masyarakat dan alih profesi para pekerja tambah dengan usaha lain yang ramah lingkungan. Dalam hal ini, upaya seperti yang sudah dilakukan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) di Banyumas, dari penambang ilegal menjadi petani bisa dijadikan contoh.

Lihat juga...