Batan Siap Wujudkan Pengembangan Radioisotop di Indonesia
Redaktur: Satmoko Budi Santoso
JAKARTA – Upaya pemerintah dalam meningkatkan industri radioisotop, menurut Kepala Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Dr. Rohadi Awaludin, sangat mungkin dilakukan. Asalkan, semua kendala yang selama ini muncul, bisa diselesaikan.
Rohadi menyatakan, sangat mendukung pernyataan Menristek/BRIN, Bambang Brodjonegoro, yang menyatakan ingin mendorong peningkatan industri radioisotop Indonesia yang saat ini masih berada pada angka enam persen.
“Industri radioisotop global memang sangat besar. Perkembangannya sejalan dengan kebutuhan industri kesehatan pada penggunaan teknologi nuklir. Tapi, kita di Indonesia memang sangat tertinggal,” kata Rohadi saat ditemui di Gedung PTRR Batan Serpong, Senin (11/11/2019).
Sejauh ini penggunaan teknologi nuklir dalam bidang kedokteran baru ada di 14 rumah sakit yaitu RS Hasan Sadikin dan RS Santosa di Bandung, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSPAD, RS Pertamina Jakarta, RS Dharmais, RS Harapan Kita, RS Gading Pluit, RS Siloam MRCCC, RS Karyadi Semarang, RS Sutomo Surabaya, RS Abdullah Syahroni Samarinda, RS Adam Malik Medan dan RS Jamil di Padang.
“Dan market global itu dikuasai oleh Iodium 131 yang digunakan untuk terapi kanker tiroid. Hampir 50 persen,” ujar Rohadi.
Sehingga jika, Batan PTRR bisa mendapatkan izin edar bagi Iodium 131 ini, Rohadi menyatakan market share akan bisa bergeser ke angka 12 persen. Artinya, produk Iodium 131 milik Batan berhasil mengambil 25 persen dari market share Iodium di skala global.
“Saat ini, semuanya kita impor. Kalau kita bisa memproduksi sendiri, selain market share meningkat, pasien akan mendapatkan keuntungan dengan produk yang harganya lebih murah,” katanya.