Upaya Mengembalikan Produktivitas Lahan Pertanian di Sigi

Meskipun demikian, Stasiun Meteorologi Kelas II Palu menyebut kemarau yang terjadi masih dalam kategori normal. Walaupun masih kategori normal, namun terasa lebih terik untuk wilayah Palu dan sekitarnya. Hal itu dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya yaitu panas yang terpusat di Kota Palu dan sekitarnya, berdampak pada rendahnya kelembaban.

Sehingga kondisi panas terasa lebih terik. Kelembapan Kota Palu berkisar 30 – 40 persen pada siang hari. Di daerah lain 40 – 50 persen. Karena itu, suhu yang terpantau 33 – 37 derajat celcius, di siang hari.

“Panas dan tingkat kelembapan yang rendah, itu yang menyebabkan terjadinya kekeringan di beberapa wilayah,” ujar Koordinator Analisa dan Pengolahan Data Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Aljufri, Affan Nugraha Diharsya.

Sementara, Bupati Sigi Mohamad Irwan Lapata, mengatakan, ada beberapa kecamatan di Sigi, seperti Biromaru, Dolo, Tanambulava dan Gumbasa yang mengalami dampak besar dari bencana gempa bumi dan likuifaksi.

Di empat wilayah tersebut banyak lahan pertanian yang hancur diporak-porandakan oleh gempa. Bahkan irigasi Gumbasa yang selama ini menjadi sumber utama pasokan air ke sawah-sawah dan areal pertanian lainnya hingga kini masih rusak total.

Sedang diperbaiki oleh pemerintah melalui Kementerian PUPR. Banyak petani di wilayah itu yang hingga kini tidak bisa menggarap lahan pertanian mereka yang selain tanahnya rusak berantakan, juga kesulitan air, sebab irigasi belum berfungsi.

Membuat Sumur

Selama ini sbagian besar masyarakat di Sigi penghidupannya bergantung pada sektor pertanian. “Tuntutan kehidupan dan kebutuhan hidup yang membuat kami mau atau tidak harus kembali bertani. Karena kami petani, disini kami bergantung hidup,” ucap Ketua Kelompok Tani Karya Mandiri Desa Kota Rindau Kecamatan Dolo, Agil.

Lihat juga...