Upaya Mengembalikan Produktivitas Lahan Pertanian di Sigi

Sulitnya mendapatkan air yang diakui Kepala BPP Kecamatan Dolo tidak hanya memberikan dampak terhadap perubahan fungsi lahan dari lahan potensial pertanian menjadi lahan tidur, tetapi juga membuat petani beralih ke profesi lain.

“Sebagian dari petani akhirnya beralih menjadi buruh bangunan, tukang, driver ojek, menjadi buruh tambang, ada juga sebagian pergi ke Palu mencari kerja di sana. Sebagiannya lagi pergi menggarap lahan pertanian milik warga di desa lain,” kata Siti Darwisa.

BPP Kecamatan Dolo mencatat jumlah petani di wilayah itu mulai 1.000 – 1.500 orang dengan luas lahan pertanian 1.100 hektare untuk tanaman hortikultura. Dari ribuan hektare luas lahan pertanian itu, yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian pascalikuifaksi hanya sekitar kurang lebih 300 hektare.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tengah, Trie Iriany Lamakampali, mengemukakan, akibat bencana itu kerusakan daerah irigasi yang kurang lebih melayani 8.000 hektare lahan, menyebabkan sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Gumbasa, Dolo, Biromaru dan Tanambulava, menjadi kering sehingga dibutuhkan perhatian serius pemerintah sambil menunggu perbaikan infrastruktur.

Selain karena kerusakan infastuktur dan sarana prasarana penunjang sektor pertanian, wilayah Kabupaten Sigi yang masuk dalam durasi musim kemarau juga menambah tingkat kesulitan petani untuk mendapatkan air.

Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Aljufri Palu melaporkan ada ancaman kekeringan seiring musim kemarau sejak Mei – Oktober, untuk wilayah Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Parigi Moutong.

Berdasarkan laporan Stasiun Meteorologi Kelas II Palu bahwa empat daerah tersebut, juga termasuk dalam daerah yang mengalami peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan, atau sebaliknya dari musim hujan ke musim kemarau di mulai dari Agustus hingga Oktober.

Lihat juga...