Perpusnas Sediakan Bacaan Bermutu bagi Penyandang Disabilitas
Undang-undang itu mencakup pemenuhan akses literasi bagi penyandang disabilitas. Menurut undang-undang itu, penyandang disabilitas berhak mendapatkan pendidikan bermutu dan akomodasi yang layak sebagai peserta didik.
Penyandang disabilitas juga berhak atas aksesibilitas untuk memanfaatkan pelayanan publik dan fasilitas publik.
Furqon memuji pengesahan undang-undang tersebut, namun menekankan perlunya pembentukan Komisi Nasional Disabilitas yang anggotanya para penyandang disabilitas untuk menggali masalah nyata yang dihadapi kaum disabilitas, terutama di bidang pendidikan dan literasi, serta menghadirkan solusinya.
Ia menekankan bahwa saat ini penyediaan sumber literasi bagi penyandang disabilitas sudah makin baik, namun belum tersosialisasikan dengan baik kepada kelompok-kelompok atau komunitas penyandang disabilitas.
Sosialisasi dengan cakupan yang lebih luas, menurut alumnus Universitas Negeri Jakarta itu, dibutuhkan agar para penyandang disabilitas mengetahui dan bisa mengakses fasilitas yang disediakan pemerintah.
“Sebenarnya yang dikehendaki tunanetra itu adalah ketersediaan bahan bacaan yang terjangkau. Misalnya terjangkau dari rumahnya atau tidak terlalu jauh,” kata Furqon, yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Pertuni.
Dia memuji layanan yang disediakan oleh Perpunas RI. Namun, komunitas penyandang disabilitas tidak terpusat di daerah sekitar perpustakaan saja. Penyandang disabilitas yang tinggal di tempat yang jauh dari perpustakaan tentu tidak akan mudah menjangkau layanan itu.
Masalah lainnya, kata Furqon, minat baca di kalangan penyandang disabilitas juga masih rendah sebagaimana di kalangan masyarakat Indonesia pada umumnya.