Perpusnas Sediakan Bacaan Bermutu bagi Penyandang Disabilitas

Arum menjelaskan pula bahwa penyandang disabilitas biasanya mengunjungi Layanan Lansia dan Disabilitas Perpustakaan Nasional secara berkelompok.

Mereka biasanya datang bersama komunitas menggunakan kendaraan khusus seperti TransJakarta Cares untuk menikmati koleksi bacaan perpustakaan.

“Sempat waktu itu mereka ke sini datang, senang sekali membaca lewat audio book sampai berganti buku beberapa kali. Bahkan ada yang bertahan di sini sampai sore,” ujar Arum.

Tantangan Akses

Meski kehadiran teknologi sudah sangat membantu, akses literasi masih menjadi salah satu tantangan besar bagi penyandang disabilitas, khususnya tunanetra, yang ingin menempuh pendidikan ke jenjang lebih tinggi, demikian menurut aktivis Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Furqon Hidayat.

Furqon mengatakan bahwa kendati sekarang sudah ada cara baru untuk mendapatkan bahan bacaan, ketersediaan bacaan edisi Braille atau audio book masih terbatas.

Bahan bacaan yang bisa didapat cuma-cuma secara daring pun, menurut dia, kadang formatnya tidak memungkinkan untuk dibaca menggunakan aplikasi pembaca semacam Screen Reader.

Namun tantangan dan kendala itu tidak menyurutkan para penyandang tunanetra yang ingin menambah pengetahuan untuk mendapatkan bacaan.

Tantangan dan permasalahan akses buku bagi tunanetra dan orang dengan gangguan penglihatan akut menjadi perhatian negara-negara di dunia, yang tahun 2013 menyepakati Pakta Marrakesh di Maroko untuk mempermudah produksi dan transfer internasional format buku-buku khusus untuk tunanetra.

Pemerintah Indonesia juga sudah menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menjamin integritas dan pemenuhan hak mereka sebagai warga negara, termasuk hak akan pendidikan.

Lihat juga...