DPR RI Setujui Revisi UU KPK
JAKARTA – Rapat Paripurna DPR RI ke-9, Masa Persidangan I periode 2019-2020, menyetujui hasil revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk disahkan menjadi undang-undang.
“Apakah pembahasan tingkat dua pengambilan keputusan tentang Rancangan UU tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang,” ujar Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, yang memimpin Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Pertanyaan Fahri, langsung dijawab setuju oleh seluruh anggota DPR yang hadir. Berdasarkan laporan yang dikemukakan Fahri Hamzah di awal sidang, terdapat 289 anggota DPR RI yang menandatangani daftar hadir dari total 560 anggota DPR.
Namun, berdasarkan penghitungan manual, anggota dewan yang hadir di ruangan hingga pukul 12.18 WIB berjumlah 102 orang. Dalam rapat paripurna tersebut, Presiden Joko Widodo melalui Menkumham Yasonna Laoly, menyampaikan pandangan pemerintah, bahwa diperlukan pembaharuan hukum. Hal itu dibutuhkan, agar penanganan tindak pidana korupsi dapat berjalan efektif, dan dapat mencegah kerugian negara lebih besar.
“Kita semua mengharapkan agar Rancangan Undang-Undang atas UU 30 Tahun 2002 tentang KPK bisa disetujui bersama, agar pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi bisa dilakukan dengan efektif tanpa mengabaikan hak asasi manusia,” kata Yasonna.
Tindak pidana korupsi terjadi semakin sistematis, serta makin tidak terkendali. Dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi, pemerintah disebut Yasona, menilai perlu dilakukan pembaruan hukum agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif.
Pokok-pokok materi yang diatur dalam revisi UU KPK, yakni, Kelembagaan KPK merupakan rumpun eksekutif yang dalam pelaksanaannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Kemudian, dalam penghentian penyidikan dan penuntutan, KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan apabila tidak selesai dalam dua tahun. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum.