Pangan Lokal Turunkan Angka ‘Stunting’ di Flotim
Editor: Koko Triarko
LARANTUKA – Penderita stunting atau ukuran tubuh pendek di kabupaten Flores Timur (Flotim), provinsi NTT, pada 2016 sangat tinggi. Dari 20.000 bayi dan balita, 36 persennya mengalami stunting. Sementara, potensi bayi lahir setiap tahun mencapai 400 orang.
Tingginya angka stunting itu membuat Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) berkomitmen untuk menekan angka stunting. Pencegahan dilakukan lewat program Voice for Change Partnership (V4CP) sektor Food and Nutrition Security (FNS).
“Program ini bekerja sama dengan SNV, sebuah lembaga pembangunan pemerintah Belanda. Kami juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Flotim, lewat aksi gempur stunting ke desa-desa,” kata Direktur YPPS, Melki Koli Baran, Jumat (16/8/2019).
Dikatakan Melki, sebanyak 36 desa saat awal program pada 2016 sudah memasuki zona merah stunting. Jumlah ini dari total 250 desa dan kelurahan yang ada di kabupaten Flotim.

“Angka stunting di NTT mencapai 41 persen dan Flotim 44 persen pada 2017. Harus ada sebuah gerakan bersama untuk mengatasi masalah stunting ini. Kami mempromosikan makanan lokal untuk perbaikan gizi,” katanya.
Langkah gempur stunting dari YPPS dan Pemda Flotim, dilaksanakan lewat program Gerobak Cinta. Program ini dideklarasikan pada 16 November 2018.
Lewat program ini, para ibu lebih proaktif melakukan pelayanan kesehatan bagi anaknya. Pola hidup sehat dan memberi makanan pangan lokal melalui sorgum dan kelor pun dilakukan.