Kopi Bondowoso Terus Berupaya Menjadi Komoditas Unggulan

Editor: Mahadeva

Riswanda mengungkapkan, ada pelaku usaha kopi yang memberanikan diri mencoba masuk ke segmen retail. Bertarung dengan korporasi besar yang kebanyakan menggunakan bahan baku kopi Robusta. Hal itu harus diikuti anak-anak muda Bondowoso dengan benar-benar jeli memangkas harga.

“Teman-teman coba masuk ke segmen low class karena semangatnya ingin agar kopi Bondowoso ini bisa dinikmati oleh rakyat sendiri, tidak cuma turis asing. Memang kalau main di retail, pesanannya bisa besar, tapi harus benar-benar banting harga. Dulu pernah ada korporasi besar yang coba tawarkan ambil kopi dari sini, tapi hitungannya tidak masuk,” terang Riswanda.

Salah satu kendala untuk masuk ke segmen retail adalah masih mahalnya harga kemasan. Bagi UMKM, untuk bermain di kopi segmen retail, kemasan masih menjadi komponen yang cukup memberatkan. “Teman-teman ada yang bisa menghasilkan hingga Rp8 ribu untuk 100 gram. Tapi kemasan akhirnya polosan, tidak bisa seperti di minimarket. Kalau saya sendiri untuk main di low class, harus dengan brand yang berbeda dari yang selama ini ada. Diferensiasi dengan yang ada di kafe,” ujar alumnus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember tersebut.

Kendala pengemasan pula, yang membuat UMKM Kopi Bondowoso, kalah bersaing dengan kota-kota lain ketika bertarung di pasar low class. “Dengan Jember saja, kita kalah kalau untuk low class, apalagi dengan Malang dan Surabaya. Tapi kalau untuk cita rasa, kita masih bisa bersaing,” papar Riswanda.

Untuk memperkuat daya saing, para pelaku usaha kopi di Bondowoso, sempat membuat sebuah wadah komunitas resmi. “Waktu itu kita bikin Bondowoso Barista Society yang menghimpun 13 pelaku usaha kopi,” kata Riswanda.

Lihat juga...