Teknologi Pupuk Hayati ‘Biotara’ Tingkatkan Hasil Padi di Rawa
Sementara itu, Rahmat (petani rawa pasang surut di Kabupaten Barito Kuala) mengakui dengan menggunakan Biotara memperoleh hasil 6,8 ton GKG/ha dibandingkan sebelumnya hanya memperoleh rata-rata 5 s.d. 6 ton GKG/ha. Keuntungan lain, dia dapat menghemat penggunaan pupuk kimia, hanya 2/3 dari dosis rekomendasi.
Temuan Biosure
Pengembangan lahan rawa baik rawa pasang surut maupun lebak memang menghadapi berbagai kendala, sehingga masih belum mencapai hasil yang optimal.
Masalah yang dominan adalah terdapatnya lahan sulfat masam yang luasnya mencapai 6,71 juta hektar. Lahan sulfat masam adalah lahan yang tanahnya mengandung senyawa pirit (FeS2).
Pada kondisi tergenang, senyawa tersebut bersifat stabil, namun bila teroksidasi maka akan memunculkan masalah, seperti ketersediaan hara pada aras yang kahat dan kelarutan unsur yang meracun seperti Al dan Fe dalam keadan melimpah.
Permasalahan yang timbul akibat proses pemasaman adalah apabila senyawa atau unsur yang beracun tidak terbuang dari lingkungan perakaran, maka pertumbuhan tanaman terhambat, lahan kemudian menjadi lahan tidur, baik lahan bongkor maupun lahan tidur mati suri.
Pengalaman menunjukkan bahwa pembukaan lahan sulfat masam selalu dibarengi dengan pembuatan saluran air untuk kepentingan transportasi dan drainase atau irigasi pada kawasan tersebut.
Namun pada kenyataannya, pengelolaan air tidak dapat terkendali dengan baik. Karena permukaan air tanah turun di bawah permukaan lapisan pirit terutama pada musim kemarau. Akibatnya senyawa pirit teroksidasi yang menghasilkan asam sulfat yang membuat pH tanah menjadi sangat rendah.