Teknologi Pupuk Hayati ‘Biotara’ Tingkatkan Hasil Padi di Rawa

“Di sinilah Biotara berperan. Setelah jerami disebar ke petakan, Biotara disebar sehingga perombakan lebih cepat. Biotara juga tetap efektif di lahan rawa yang masam dan tergenang karena diseleksi dari mikroba unggul di lahan rawa,” papar alumnus S-3 Bidang Keahlian Mikrobiologi Tanah di Universiti Putra Malaysia ini.

Petani juga dapat memetik keuntungan lain karena Trichoderma dalam Biotara berperan sebagai pengendali penyakit tular tanah (soil borne disease).

Biotara juga diperkaya mikroba pelarut-P Bacillus sp, dan penambat N Azospirillium sp yang hidup di lahan rawa. Maka, seperti pupuk hayati lain Biotara dapat meningkatkan kesuburan tanah, menghemat pupuk, meningkatkan hasil, dan mengurangi pencemaran lingkungan.

“Jadi, dengan teknologi pupuk hayati Biotara, bukan mustahil menyulap lahan rawa menjadi lahan padi produktif dengan hasil 6 s.d. 7 ton per hektare,” kata Ketua Kelompok Peneliti Pemulihan dan Mikrobiologi Lahan Rawa pada Balittra ini.

Hasil temuan Mukhlis yang merupakan putra daerah Kalimantan Selatan kelahiran Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, 16 September 1960, ini pun telah dipatenkan dan dikerjasamakan dengan PT Pupuk Kaltim untuk produksi massalnya seharga jual Rp11 ribu per kilogram.

Alhasil, Mukhlis kini sebagai penerima royalti dari invensi pupuk hayati Biotara dari perusahaan BUMN yang jadi produsen pupuk urea terbesar di Indonesia itu.

Pada tahun lalu, sebanyak 90 ton terjual. Pada tahun ini diprediksi bisa lebih seiring dengan ada Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi).

“Tentunya Biotara dapat menekan penggunaan pupuk kimia yang pengunaannya dapat merusak tanah. Ini tentu jadi sosialisasi yang bagus kepada petani agar beralih ke pupuk hayati yang aman untuk tanah dan kelanjutan usaha tani dalam jangka panjang,” kata pria yang meraih gelar sarjana proteksi tanaman di Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (ULM) pada tahun 1983.

Lihat juga...